KEDIRI, suarajatimonline – Program Bus Wisata Gratis yang digagas Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Kediri kembali jadi buruan warga. Tak hanya diminati warga lokal, peserta dari luar kota pun ikut bersaing mendapatkan kursi. Wajar saja, kuota terbatas dan tiap orang hanya diperbolehkan ikut sekali dalam setahun.
Saking tingginya antusiasme, slot pendaftaran bisa ludes hanya dalam hitungan menit setelah diumumkan. Seperti yang terlihat Jumat lalu, para peserta memadati Sanggar Tari Ande-Ande Lumut di kawasan Taman Ngadiluwih—salah satu destinasi wisata dalam rute bulan ini.
Namun tak seperti biasanya, kali ini sanggar dipenuhi bukan hanya oleh penari tetap, tapi juga oleh “pendatang baru” dari rombongan bus wisata. Mayoritas ibu-ibu dan remaja putri dengan semangat mengikuti gerakan tari tradisional.
“Angkat tangan, ongkek, dagu, angsa, love! Biar lebih kompak, Bu!” teriak Nur Setyani, pemilik sekaligus instruktur sanggar dengan antusias.
Belajar Budaya Sambil Wisata
Rute bus wisata edisi Juli ini mencakup dua kecamatan, yakni Ngadiluwih dan Kras. Para peserta tidak hanya diajak jalan-jalan, tetapi juga diberi edukasi budaya—mulai dari latihan tari, pembuatan kuliner tradisional, hingga kunjungan ke pabrik gula.
Salah satu peserta, Jihan Kartikaningtyas, mengaku senang bisa terlibat. Meski berasal dari Kabupaten Nganjuk dan kini tinggal di Surabaya, ia rela berangkat dari Terminal Purabaya pukul 05.00 WIB demi tidak ketinggalan bus.
“Seru banget! Saya dulu sempat nari waktu kecil, jadi nostalgia,” ucap Jihan.
Ia mendapatkan informasi soal program ini dari temannya, Najwa Bella Budiantara, yang mengetahui pengumuman melalui Instagram. Najwa pun sempat khawatir tidak kebagian kursi karena banyak komentar menyebut kuota sudah penuh. Untungnya, keberuntungan berpihak.
“Langsung DM admin begitu tanggal rutenya keluar. Alhamdulillah dapat,” kata Najwa, warga Desa Mojokendil, Ngronggot, Nganjuk.
Keduanya akhirnya bertemu di Papar, lalu bergegas ke area parkir Simpang Lima Gumul untuk menaiki bus wisata yang berangkat pukul 07.30 WIB.
Tak Sekadar Gratis, Tapi Sarat Edukasi
Meski disebut “gratis”, peserta tetap membayar kontribusi sebesar Rp 35.000. Biaya tersebut mencakup semua kunjungan dan materi edukasi di tiap lokasi.
Setelah mampir di Taman Ngadiluwih dan belajar sejarah Mayjen TNI Prof Dr Moestopo, peserta diajak melihat langsung proses pembuatan gula merah di rumah produksi milik Pak Lamidi. Di sana, mereka juga diperkenalkan dengan cimplung—makanan tradisional berbahan ketela rebus dalam adonan nira panas.
“Baru tahu kalau prosesnya seribet itu. Tapi menarik banget!” ucap Irdintya Wulan, warga Kelurahan Pesantren, Kota Kediri.
Selanjutnya peserta menyambangi tempat produksi emping melinjo dan opak uyel, disambut penjelasan menarik dari pelaku UMKM. Tak kalah seru, mereka juga diajak menelusuri PG Ngadirejo, menyaksikan langsung kerja mesin pembuat gula putih.
Sebagai penutup, rombongan diajak ke Balai Desa Purwokerto untuk menonton latihan tari tiban kolosal, lalu berendam di Pemandian Sumber Sugihwaras, menikmati kesegaran air alami dari sumber mata air.
Harapan Diperluas
Melihat tingginya antusiasme dan keterlibatan warga lintas usia, banyak peserta berharap program ini dapat digelar lebih sering dalam setahun. Namun hingga kini, aturan tetap membatasi satu orang hanya bisa ikut sekali dalam satu tahun.
Dengan konsep wisata edukatif dan pendekatan kebudayaan lokal, Bus Wisata Gratis bukan sekadar jalan-jalan. Ia telah menjadi jembatan pelestarian budaya sekaligus penyemangat eksplorasi potensi lokal Kediri.(red.al)
0 Comments